Pages

Diberdayakan oleh Blogger.
RSS

Asuhan Keperawatan Pada Lansia Hipertensi. Yesika Catur

BAB I
Pendahuluan

1.1 Latar Belakang
    Dengan makin meningkatnya harapan hidup penduduk Indonesia, maka dapat diperkirakan bahwa pasien penyakit degeneratife akan meningkat pula. Salah satu penyakit degenerative yang mempunyai tingkat morbiditas dan mortalitas tinggi adalah hipertensi. Hipetensi paa usia lanjut menjadi lebih penting lagi mengingat baahwa pathogenesis, perjalanan penyakit dan penatalaksanaannya tidak seluruhnya sama dengan hipertensi pada usia dewasa muda. Pada usia lanjut aspek diagnosis selain kearah hipertens dan komplikasi, pengenalan berbagai penyakit (=komorbid) yang juga diderita oleh orang tersebut pelu mendapatkan perhatian oleh karena berhubungan erat dengan penatalaksanaan secara keseluruhan.
Dari banyak penelitian epidemiologi didapatkan bahwa dengan meningkatnya umur dan tekanan darah meninggi. Hipertensi menjadi masalah pada lanjut usia karena sering ditemukan dan menjadi faktor utama stroke, payah jantung, dan penyakit jantung koroner. Lebih dari separuh kematian di atas usia 60 tahun disebabkan oleh penyakit jantung dan sereb rovaskuler.
Secara nyata kematian karena CVD, morbiditas penyakit kardiovaskuler menurun dengan pengobatan hipertensi. Saat ini penelitian longitudinal telah membuktikan hal ini pada pengobatan hipertensi diastolic.

Epidemiologi 
Hipertensi mengenai seluruh bangsa di dunia dengan insidensi yang bervariasi. Akhir-akhir ini insiden dan prevalensi meningkat dengan makin bertambahnya usia harapan hidup. Di Amerika Serikat dikatakan bahwa pada populasi kulit putih usia 50-69 tahun prevalensinya sekitar 35% yang meningkat menjadi 50% pada usia diatas 69 tahun. Penelitian pada 300.000 populasi berusia 65-115 tahun (rata-rata 82,7 tahun) yang dirawat di institusi lanjut usia didapatkan prevalensi hipertensi pada saat mulai dirawat sebesar 32%. Dari penderitaan ini 70% diberikan obat anti hipertensi dan sudah mengalami komplikasi akibat pnyakitnya, diantaranya, penyakit jantung koroner (26%), penyakit jantung kongestif (22%) dan penyakit serebrovaskuler (29%).

Pathogenesis hipertensi lansia
Pada usia lanjut pathogenesis terjadinya hipertensi usia lanjut sedikit berbeda dengan yang terjadi pada dewasa muda. Faktor yang berperan pada usia lanjut terutama adalah :
  • Penurunan kadar renin karena menurunnya jumlah nefron akibat proses menua. Hal ini menyebabkan suatu sirkulasi vitiosus: hipertensi-glomerulo-sklerosis-hipertensiyang berlangsung terus menerus.
  • Peningkatan sensitivitas terhadap asupan natrium. Makin lanjutnya usia makin sensitive terhadap peningkatan atau penurunan kadar natrium.
  • Penurunan elastisitas pembuluh darah perifer akibat proses menua akan meningkatkan resistensi pembuluh darah perifer yang pada akhirnya akan mengakibatkan hipertensi sistolik saja (=ISH).
  • Perubahan ateomatou akibat proses menua mengakibtkan disfungsi endotel yang berkelanjut pada pembentukan berbagai sitokin dan substansi kimiawi lain yang kemudian menyebabkan resorbsi natrium di tubulus ginjal, meningkatkan proses sklerosis pembuluh darah perifer dan keadaan lain yang berakibat pada kenaikan tekaanan darah.

Tujuan Geriatri
  • Mempertahankan derajat kesehatan para lanjut usia pada taraf yang setinggi-tingginya sehingga terhindar dari penyakit atau gangguan
  • Memelihara kondisi kesehatan dengan aktivitas-aktivitas fisik dan mental
  • Mencari upaya semaksimal mungkin, agar para lanjut usia yang menderita suatu penyakit atau gangguan, masih dapat mempertahankan kebebasan yang maksimal tanpa perlu suatu pertolongan
       
Manfaat
  • Derajat kesehatan para lanjut usia dapat mencapai derajat seoptimal mungkin
  • Kondisi kesehatan pada lansia dapat dipelihara dengan baik
  • Para lansia yang menderita suatu penyakit khususnya hipertensi masih dapat mempertahankan kebebasan yang maksimal tanpa perlu suatu pertolongan 
  •  
    BAB II
    KONSEP DASAR TEORI

    2.1 Pengertian Lanjut Usia (Lansia)
    Kelompok lanjut usia adalah kelompok penduduk yang berusia 60 tahun ke atas (Hardywinoto dan Setiabudhi, 1999;8). Pada lanjut usia akan terjadi proses menghilangnya kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya secara perlahan-lahan sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang terjadi (Constantinides, 1994). Karena itu di dalam tubuh akan menumpuk makin banyak distorsi metabolik dan struktural disebut penyakit degeneratif yang menyebabkan lansia akan mengakhiri hidup dengan episode terminal (Darmojo dan Martono, 1999;4). Penggolongan lansia menurut Depkes dikutip dari Azis (1994) menjadi tiga kelompok yakni :
    a) Kelompok lansia dini (55 – 64 tahun), merupakan kelompok yang baru memasuki lansia.
    b) Kelompok lansia (65 tahun ke atas).
    c) Kelompok lansia resiko tinggi, yaitu lansia yang berusia lebih dari 70 tahun.

    Perubahan Fisiologis Pada Penuaan
    Penuaan didirikan dengan kehilangan banyak sel tubuh dan penurunan metabolisme di sel lainnya. Proses ini menyebabkan penurunan fungsi tubuh dan perubahan komposisi tubuh. Daftar berikut akan membantu anda mengenali perubahan bertahap pada fungsi tubuh yang normal meyertai penuaan sehingga dapat menyesuaikan teknik pengkajian berdasarkan hal tersebut. Khususnya pada system kardiouaskuler.

    Nutrisi
    • Kebutuhan protein, vitamin, dan mineral biasanya tidak berubah
    • Kehilangan kalsium dan nitrogen (pada pasien yang tidak dapat ambulasi)
    • Penurunan absorpsi kalsium dan vitamin B1 dan B2 akibat menurunkan selera makan)
    • Penurunan mobilitas usus dan peristaltis usus besar
    • Gigi hancur akibat penipisan enamel gigi
    • Penurunan kekuatan menggigit
    • Penurunan refleks menelan
    Kulit
    • Lambatnya penyembuhan luka akibat penurunan laju penggantian sel
    • Penurunan elastisitas kulit (dapat terlihat hampir transparan)
    • Bintik-bintik coklat pada kulit akibat prolinerasi melanosit ledakalisasi
    • Membran mukosa kering dan penurunan keluaran kelenjar keringat (seiring dengan penuruna kelenjar keringat yang aktif)
    Rambut
    • Penurunan pigmen, yang menyebabkan rambut berwarna abu-abu atau putih
    • Penipisan seiring dengan penurunan jumlah melanosit
    • Rambut pubik rontok akibat perubahan hormona
    • Rambut wajah meningkat pada wanita pascamenopause dan menurun pada pria
    Mata dan penglihatan 
    • Konjungtiva menipis dan kuning, kemungkinan penguekulus (bantalan lemak)
    • Penurunan produksi air mata akibat kehilangan jaringan lemak dalam apparatus lakrimal 
    • Komea rata dan kehilangan kilauan 
    • Penipisan dan kekakuan sidera, pengunungan akibat deposit lemak 
    • Gangguan penglihatan warna akibat perburukan sel kerucut retina
    • Penurunan reabsorpsi cairan intraokular yang menyebabkan glaukoma
    Telinga dan pendengaran
    • Atrofi organ korti dan sarat auditonus (presbikusis sonsok)
    • Ketidak mampuan membedakan konsonen bernada tinggi
    • Perubahan structural degeneratif dalam keseluruhan system pendengaran
    Sistem pernapasan
    • Pembesaran hidung akibat pertumbuhan kartiliago yang terus menerus
    • Atrofi umum tonsil
    • Deviasi trakea akibat perubahan di tulang belakang yang menua
    • Penurunan kapasitas difusi
    • Penurunan kekuatan otot inspirasi dan ekspirasi penurunan kapasitas vital
    • Penurunan saturasi oksigen sebesar 50 %
    • Toleransi rendah terhadap debit oksigen
    Sistem kardiovaskular
    • Ukuran jantung agak mengecil
    • Kehilangan kekuatan kontraktif dan efisiensi jantung
    • Penurunan curah jantung sekitar 30% sampai 35% pada usia 70 tahun
    • Penebalan katup jantung, yang menyebabkan penutupan yang tidak sempurna (mumur sistolik)
    • Peningkatan ketebalan dinding ventrikel kiri sekitar 20 % antara usia 30 dan 60 tahun
    • Dilatasi dan peregangan vena
    • Penurunan sebesar 35 % dalam aliran darah arteri koroner antara usia 20 dan 60 tahun Perubahan elektrokardiogram peningkatan interval PR, kompleks ORS, dan QT, penurunan amplitudokomplek ORS, pergeseran aksis QRS ke kiri
    • Frekuensi jantung membutuhkan waktu yang lebih lama agar kembali normal setelah berolahraga
    • Penurunan kekuatan dan elastisitas pembuluh darah, yang berperan pada insufisiensi arteri dan vena
    • Penurunan kemampuan berespon terhadap sters fisik dan emosional
    Sistem GI 
    • Penurunan elastisitas mukosa
    • Penurunan sekresi GI, yang mengganggu digesti dan absomsi
    • Penurunan hati, penurunan berat badan, kapasitas regeneratif, dan aliran darah
    Sistem ginjal
    • Penurunan laju filtrasi glomerulus
    • Penurunan aliran darah ginjal sekitar 53% sekunder akibat penurunan curah jantung dan perubahan aterosiderotik
    • Penurunan ukuran dan jumlah nefron yang berfungsi
    • Penurunan ukuran dan kapasitas kandung kemih
    • Penurunan ukuran ginjal
    • Gangguan klirens obat
    • Penularan kemampuan untuk berespond terhadap berbagai asupan natrium
    Sistem reproduksi pria
    • Penurunan produksi testosterone, yang mengakibatkan penurunan libio serta atrofi dan pelunakan testes
    • Pembesaran kelenjar prostat dengan penurunan sekresi
    • Penurunan volume dan viskositas cairan semen
    Sistem reproduksi wanita
    • Penurunan kadar estrogen dan progesterone (sekitar usia 50 tahun) karena berhentinya ovulasi, altofi, penebalan, dan penurunan ukuran ovarium
    • Rontoknya rambut public dan labia mayora datar
    • Penyusutan jaringan vulva, terbatasnya introitus, dan hilangnya elastisitas jaringan
    • Atrofi vagina, laposan mukosa tipis dan kering, lingkungan pH vagina lebiih basa
    • Penyusutan uterus
    • Atrofi serviks, kegagalan menghasilkan mucus untuk melumasi, penebalan endometrum dan miometrium
    Sistem saraf
    • Perubahan degeneratif pada saraf-saraf pusat dan system saraf perifer
    • Transmisi saraf lebih lambar
    • Hilangnya neuron dalam korteks serebral sebanyak 20%
    • Refleks kornea lebih lambat
    • Peningkatan ambang batas nyeri
    Sistem musculoskeletal
    • Peningkatan jaringan adipose
    • Penurunan tinggi akibat penurunan kelengkungan tulang belakang dan penyempitan ruang interveteora
    • Penurunan pembentukan kolagen dan massa otot
    Sistem endokrin
    • Penurunan produksi progesterone
    • Penurunan kadar aldosteron serum sebanyak 50 %
    • Penurunan laju sekresi kortisol sebanyak 25 % 

    GIZI PADA LANSIA HIPERTENSI
    A. Kandungan Gizi Yang Diperlukan Lansia
    1. Karbohidrat

    Fungsi karbohidrat adalah penyedia energi. Pada lansia konsumsi gula dibatasi karena:
    a. Gula tidak mengandung gizi kecuali zat tenaga. Sedangkan pada lansia konsumsi zat zat gizi lain seperti vitamin, protein dan mineral diutamakan untuk mencegah proses penurunan fungsi tubuh.
    b. Gula cepat diserap (absorpsi) sehingga mengakibatkan perubahan kadar gula darah dan memungkinkan terjadinya obesitas (kegemukan) dan diabetes.
    Makanan yang boleh: Beras, kentang, singkong, terigu, gula yang diolah tanpa garam seperti macaroni, mie, biscuit dll.
    Makanan yang tidak boleh: Roti, biscuit dan kue yang dimasak dengan garam dapur.

    2. Protein
    Fungsi dari protein sebagai zat pembangun dari sel tubuh.
    Pada lansia sebaiknya memilih daging unggas-unggasan daripada daging sapi atau kambing dan hendaknya tidak makan lebih dari 2 potong daging pada sehari.
    Makanan yang boleh: daging, ikan telur dan susu, semua kacang-kacangan dan sayuran.
    Makanan yang tidak boleh: ikan asin, keju, kornet, ebi, telur asam, pindang, dendeng, udang, kacang tanah dan sayuran yang dimasak/ diawetkan dengan garam dapur.


    3. Lemak
    Lemak berfungsi sebagai pelarut vitamin A,D,E dan K, membentuk tekstur makanan dan memberi rasa kenyang yang lama. Lemak juga berfungsi sebagai cadangan energi.
    Pada lansia lemak sebaiknya dibatasi , mengingat:
    a. Berkurangnya aktifitas tubuh sehingga kebutuhan energi juga menurun.
    b. Berkurangnya produksi enzim mengakibatkan pencernaan lemak tidak sempurna, s3ehingga membebani usus dan lambung yang akan mengakibatkan gangguan pada usus.
    c. Lemak dengan kandungan asam lemak jenuh yang tinggi memicu penyakit jantung dan pembuluh darah.
    d. Kelebihan lemak akan disimpan sebagai cadangan energi dalam bentuk timbunan lemak yang menyebabkan kegemukan.
    e. cenderung mengakibatkan kanker usus.
    f. Makanan yang boleh: minyak margarine dan mentega tanpa garam.
    g. Makanan yang tidak boleh: margarine dan mentega biasa

    4. Vitamin
    Fungsi dari vitamin yaitu untuk mempercepat metbolisme, mempertahankan fungsi jaringan tubuh dan mempengaruhi pertumbuhan dan pembentukan jaringan.
    Pada lansia vitamin sangat penting, terutama vitamin B1 agar tubuh selalu bugar. Contoh makanan: beras merah
    Makanan yang boleh: semua buah yang tidak diawtkan garam/ soda, air putih.
    Makanan yang tidak boleh: durian, buah-buahan yang diawtkan oleh garam dan soda, kopi dan coklat.

    5. Mineral dan Air
    Fungsi dari mineral yaitu pembentukan jaringan tubuh, memelihara keseimbangan asam basa dll.
    Pada lansia, kalsium sangat penting karena , terutama lansia wanita mudah terjadi ostoporosis akibat menopause. Contoh makanan yang tingggi kalsium adalah susu, ikan yang dimakan dengan tulangnya, sayuran hijau, kedelai dan rumput laut.
    Lansia hendaknya minum 6-8 gelas sehari mengingat fungsi ginjal menurun dan melancarkan BAB.
    Lansia hendaknya mengurangi natrium dengan cara membatasi garam dapur.


    6. Serat
    Serat tidak dapat dicerna, maka serat tidak mengandung gizi tetapi tetap dibutuhkan untuk mencegah sembelit, wasir, kanker usus, penyakit jantung dan kegemukan bila kekurangan serat.
    Serat ada 2 jenis:
    a. Larut dalam air yang berfungsi mengikat kolesterol
    b. Tdak larut dalam air yang berfungsi melancarkan BAB.

    B. Petunjuk Penggunaan Garam untuk Penderita hipertensi
    Untuk penderita hipertensi terdapat 3 diet:
    a. Diet rendah garam 1 : untuk penderita hipertensi berat dianjurkan untuk tidak menambahkan garam dapur dalam makanan.
    b. Diet rendah garam II: Ditujukan untuk penderita hipertensi sedang (100-114 mmHg). Garam dianjurkan ¼ sendok the garam dapur.
    c. Diet rendah garam III: Ditujukan untuk penderita hipertensi ringan (diastole kurang dari 100 mmHg), garam dapur dianjurkan ½ sendok teh.

    C. TIPS Pemberian Makanan Bagi lansia Dengan Hipertensi
    a. Hendaknya lansia makan dengan porsi kecil tapi sering
    b. Makanlah makanan yang mudah dicerna
    c. Hindari makanan yang terlalu manis, gurih, goring-gorengan dll.
    d. Makan makanan yang lembek untuk lansia yang kondisi giginya kurang baik.

    2.2 Pengertian hipertensi
    Hipertensi dicirikan dengan peningkatan tekanan darah diastolik atau sistolik yang intermiten atau menetap. Pengukuran tekanan darah serial 150/95 mmHg atau lebih tinggi pada orang yang berusia di atas 50 tahun memastikan hipertensi.insiden hipertensi meningkatkan seiring dengan penambahan usia. Pada lansia hipertensi umumnya akibat dari vasokonstriksi terkait dengan penuaan, yang menyababkan reistansi perifer. Penyabab lainnya mencakup hipertiroidisme, parkinsonisme, penyakit Paget, anemia, dan kekurangan tiamin.
    Jenis-jenis hipertensi pada usia lanjut
    Berdasarkan klasifikasi dar JNC-VI maka hipertensi pada usia lanjut dapat dibedakan :
    ·         Hipertensi sistolik saja (Isolated systolic hypertension), terdapat pada 6-12% penderita diatas usia 60 tahun, terutama pada wanita. Insidensi meningkat dngan bertambahnya umur.
    ·         Hipertensi diastolic (Diastolic hypertension), terdapat antara 12-14% penderita diatas usia 60 tahun, terutama pada pria. Insidensi menurun dengan bertambahnya umur.
    ·         Hipertensi sistolik-diastolik: terdapat pada 6-8% penderita usia >60 tahun, lebih banyak pada wanita. Meningkat dengan bertambahnya umur.
    Di samping itu terdapat pula hipertensi sekunder yang diakibatkan oleh obat-obatan, gangguan ginjal, endokrin, berbagai penyakit neurologic dan lain-lain.
    Hipertensi pada lanjut usia dibedakan atas :
    ·         Hipertensi pada tekanan sistolik sama atau lebih besar dari 140 mmHg dan / atau tekanan diastolic sama atau lebih besar dari 90 mmHg.
    ·         Hipertensi sistolik terisolasi : tekanan sistolik lebih besar dari 160 mmHg dan tekanan diastolic lebih rendah dari 90 mmHg.
    Pada hipertensi sistolik hal ini massih controversial. Mengenai target tekanan darah dianjurkan penurunan yang bertahap sampai sekitar sistolik 140-160 mmHg (R.P Sidabutar, 1974)
     Tanda dan gejala
    Tidak ada tanda atau gejala sampai penyakit ditemukan selama evaluasi masalah yang lainnya.
    Terbangun dengan sakit kepala pada bagian okisipital, yang berkuranng secara spontan setelah beberapa jam-gejala biasanya terkait dengan hipertensi berat.
    Pusing
    Kehilangan ingatan
    Palpitasi
    Keletihan
    Impotensi

    Dengan keterlibatan vascular
    Perdarahan hidung
    Urine berdarah
    Kelemahan
    Penglihatan kabur
    Nyeri dada dan dispnea, yang dapat menandakan keterlibatan jantung
    Tremor lambat
    Mual
    Muntah
    Peningkatan tekanan darah diastolik ketika orang tersebut mengubah posisi dari duduk menjadi berdiri (yang menandakan hipertensi esensial)
    Penurunan tekanan darah dengan  perubahan dari posisi duduk ke berdiri (menandakan hipertensi sekunder)
    Edema perifer, pada tahap lanjut ketika terjadi gagal jantung
    Hemoragi, eksudat, dan edema papil menunjukkan evaluasi oftalmoskopik pada tahap lanjut
    Stenosis atau oklusi yang dideteksi selama auskultasi arteri katoris untuk bising arteri.
    Bising abdomen, terdengar tepat di garis tengah umbilicus kanan atau kiri, atau pada pinggang jika terdapat stenosis arteri ginjal, juga terdengar bising di atas aorta abdomen dan arteri femoralis.
    Massa yang berdenyut dan teraba di abdomen, menunjukkan aneurisma abdomen.
    Pembesaran ginjal, yyang mengarah pada pennyakit polikistik, salah su penyebab hipertensi sekunder.

    ETIOLOGI
    Penyebab hipertensi pada orang dengan lanjut usia adalah terjadinya perubahan – perubahan pada :
    Elastisitas dinding aorta menurun
    Katub jantung menebal dan menjadi kaku
    Kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap tahun sesudah berumur 20 tahun kemampuan jantung memompa darah menurun menyebabkan menurunnya kontraksi dan volumenya.
    Kehilangan elastisitas pembuluh darah
    Hal ini terjadi karenakurangnya efektifitas pembuluh darah perifer untuk oksigenasi
    Meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer
    Meskipun hipertensi primer belum diketahui dengan pasti penyebabnya, data-data penelitian telah menemukan beberapa faktor yang sering menyebabkan terjadinya hipertensi. Faktor tersebut adalah sebagai berikut :
    Faktor keturunan
    Dari data statistik terbukti bahwa seseorang akan memiliki kemungkinan lebih besar untuk mendapatkan hipertensi jika orang tuanya adalah penderita hipertensi
    Ciri perseorangan
    Ciri perseorangan yang mempengaruhi timbulnya hipertensi adalah:
    Umur ( jika umur bertambah maka TD meningkat )
    Jenis kelamin ( laki-laki lebih tinggi dari perempuan )
    Ras ( ras kulit hitam lebih banyak dari kulit putih )
    Kebiasaan hidup
    Kebiasaan hidup yang sering menyebabkan timbulnya hipertensi adalah :
    Konsumsi garam yang tinggi ( melebihi dari 30 gr )
    Kegemukan atau makan berlebihan
    Stress
    Merokok
    Minum alcohol
    Minum obat-obatan ( ephedrine, prednison, epineprin )
    Sedangkan penyebab hipertensi sekunder adalah :
    Ginjal
    Glomerulonefritis
    Pielonefritis
    Nekrosis tubular akut
    Tumor
    Vascular
    Aterosklerosis
    Hiperplasia
    Trombosis
    Aneurisma
    Emboli kolestrol
    Vaskulitis
    Kelainan endokrin
    DM
    Hipertiroidisme
    Hipotiroidisme
    Saraf
    Stroke
    Ensepalitis
    SGB
    Obat – obatan
    Kontrasepsi oral
    Kortikosteroid

    Pemeriksaan diagnostic
    ·         Urinalisis dapat memperlihatkan protein, sel darah merah, atau sel darah putih, yang menunjukkan adanya penyakit ginjal, atau glukosa, yang menunjukkan diabetes mellitus.
    ·         Urografi ekskretorik dapat memperlihatkan atrofi ginjal, yang menandakan peyakit ginjal kronis. Satu ginjal yang lebih pendek 1,5 cm adri ginjal yang lainnya menunjukkan penyyakit ginjal unilateral.
    ·         Pemeriksaan darah yang menunjukkan kadar kalium serum di bawah 3,5 mEq/L dapat menandakan adanya disfungsi adrenal (khususnya hiperaldosteronisme). Kadar nitrogen urea darah yang normal atau meningkat sampai dari 20 mg/dl dan kdar kretinin serum yang normalatau meningkat sampai lebih dari 1,5 mg/dl menunjukkan adanya penyakit ginjal.
    ·         Elektrokardiografi  dpat menunjukkan adanya hipertrofi ventricular kiri atu iskemia.
    ·         Sinar-X dada dapat memperlihatkan adanya kardiomegali.
    ·         Oftalmoskopi memperlihatkan penorehan arteriovenosa ddan pada edema enselopati hipertensif.
    ·         Oral captopril challenge dapat dilakukan untuk memeriksa hipertensi renovaskular. Pemeriksaan fungsional yang bersifat diagnostikini yang bergantung pada hambatan tiba-tiba pada sirkulasi angiostensi II oleh inhibitor enzim pengubah angiostensin, yang memindahkan sokongan mayor untuk perfusi melalui ginjal yang mengalami stenosis. Ginjal yang iskemik secara tiba-tiba melepaskan rennin dan memperlihatkan penurunan nyata pada laju filtrasi glomerulus ddan aliran darah ginjal.
    ·         Arteriografi ginjal dapat menunjukkan stenosis arteri ginjal.
    Pengobatan hipertensi pada usia lanjut sangat mudah apabila hipertensi hanya merupakan satu-satunya kelainan yang dderita oleh lansia tersebut (Bulpit et al, 1996). Akan tetapi terjadinya komplikasi dan adanya penyakit komorbid pada berbagai organ membuat penatalaksanaan hiperensi pada usa lanjut lebih rumit. Upaya non-farmakologik selalu tetap dilaksanakan pula pada penderita berusia lanjut. Upaya non-farmakologik ini seperti pada populasi yang lain, terdiri atas :
    ·         Berhenti merokok
    ·         Penurunan berat badan yang berlebihan
    ·         Berhenti/mengurangi asupan alcohol
    ·         Mengurang asupan garam
    Kewaspadaan obat
    Lansia berisiko tnggi mengalami efek obat-obatan antihipertensif yang merugikan, khususnya hipotensi ortostatik. Mereka dapat membutuhkan doi yang lebih rendah.
    ·         Jika skrining tekanan darah rutin memperlihatkan peningkatan tekanan, pastikan ukuran manset sfignomanometer sesuai dengan lingkar lengan atas pasien. Ukur tekanan pada kedua lengan dalam posisi berbaring, duduk, dan berdiri. Jika pasien merokok dan dalam keadaan kesal minta pasien untuk minum minuman yang mengandung kafein sebelum melakukan pengukuran.
    ·         Fokuskan penyuluhan anda dalam membantu lansia untuk mmembiasakan hidup dengan hipertensi dan mengontrol hipertensinya. Tekankan bahwa terapi selama hidup dibutuhhkan, bahkan jika tanda dan gejala sakit yang jelas tidak ada.(lihat menurunkan hipertensi.)
    ·         Ajarkan lansia tersebut menggunakan manset tekanan darah yang dapat dimonitor sendiri  dan mencatat hasil pemeriksaan sedikitnya dua kali perminggu dalam jurnal untuk ditinjau ulang oleh dokter setiap pertemuan di tempat praktiknya. Beri tahu ia untuk mengukur tekanan darahnya pada jam yang sama setiap waktunya dengan jenis aktivitas yang sama sebelum pengukuran.
    ·         Untuk mendorong kepatuhan terhadap terapi antihipertensif, anjurkan penetapan jaddwal rutin harian untuk minum obat. Peringatkan pasien bahwa hipertensi yang tidak terkontrol dapat menyebabkan stroke dan serangan jantung. Beri tahu ia untuk mencatat obat-obattan yang ia minum dan keefektifan masing-masing obat tersebut, serta mendiskusikan infoormasi ini dengan dokter selama  kunjungan tindak lanjut.
    ·         Jelaskan bahwa menghentikan terapi obat-obatan dengan tiba-tiba adalah berbahaya. Instruksikan lansiatersebut untuk melaporkan setiap efek obat yang merugikan kepada dokter dengan segera.
    ·         Anjurkan lansia tersebut untuk menghindari antasida natrium tinggi dan obat-obatan flu serta sinus yang dijual bebas yang mengandung vasokonstriktor yang berbahaya.
    ·         Untuk lansia yang merokok tembakau, jelaskan efek merookok dan peningnya berhenti merokok, atau rujuk lansia tersebut ke program berhenti merokok. Jelaskan penggunaan tepat koyok yang mengandung nikotin, permen karet atau semprotan hidung.
    ·         Anjurkan orang tersebut membatasi konsumsi alcohol harian sampai 1 ons.
    ·         Lanjutkan memantau tekanan darah dan kepatuhan pasien terhadap terapi. Berikan penguatan yang positif dan dukungan sosial, sesuai kebutuhan.
    TERAPI KOMBINASI
                Biasanya bila terapi dengan satu macam obat gagal untuk mencapai sasaran maka perlu ditambahkan obat ke-2 dengan dosis rendah dahulu, dan tidak meningkatkan dosis obat pertama ke maksimal (Harvey, 2001). Hal ini adalah upaya untuk memaksimalkan efek penurunan tekanan darah seraya menurunkan kemungkinan efek samping yang bisa timbul. Pada penelitian HOT, terapi kombinasi diperlukan pada sekitar 70% penderita. Dalam JNC-VII, para ahli bahkan menganjurkan terapi antihipertensi kombinasi langsung pada penderita yang ada pada stadium I. Walaupun dosis campuran tetap banyak disediakan oleh pabrik farmasi, upaya titrasi dosis secara individual dianggap lebih baik. Berikut diberikan pedoman yang dianut oleh para ahli hipertensi di Inggris yang disebut sebagai “The Birmingham Hypertension Square”.

    ASUHAN KEPERAWATAN PADA LANSIA DENGAN HIPERTENSI

    Pengkajian keperawatan
    Pengkajian yang menyeluruh pada lansia yang dilakukan oleh perawat meliputi :
    mengidentifikasi status kesehatannya (anamnesis dan pemeriksaan fisik)
    status gizi;
    kapasitas fungsional;
    status psikososial; serta
    masalah khusus lainnya yang dihadapi secara individual

    anamnesis
    Dalam melakukan anamnesis harus secara akurat dan “up to date”, termasuk pula mengenai bagaimana persepsi lansia tentang kesehatan dirinya sendiri. Anamnesis menjadi dasar bagi rencana manajemen keperawatannya. Evaluasi kesehatan lansia komprehensif. Kebanyakan para lansia dapat menyuguhkan anamnesis yang baik, tetapi tidak sedikit pula yang mengalami hambatan untuk berkomunikasi.
    Riwayat penyakit masa lalu juga penting untuk membantu menempatkan masalah kesehatan saat ini dalam perspektif yang tepat. Riwayat pemakaian obat-obatan, karena lansia bila diberikan resep bermacam obat jarang memprotes, bahkan juga sering mengobati dirinya sendiri. Anamnesis dilakukan secara sistematis dengan tetap fokus pada keluhan utamanya khususnya pada sistem kardiovariuler yaitu :
    Ortopnea, edema, angina, klaudikasio, palpitasi, pusing, sinkop.

    Pemeriksaan fisik pada lansia
    Tata-cara pemeriksaan fisik dilakukan sebagaimana halnya prosedur yang ditempuh pada kelompok usia lainnya. Namun, dalam melakukan pengkajian fisik pada klien lansia secara efektif memerlukan penilaian terhadap status kesehatannya secara tepat. Seperti biasa, pemeriksaan fisik mencakup inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi.
    Pemeriksaan fisik terdiri atas pemeriksaan fisik umum dan pemeriksaan fisik menurut masing-masing sistem tubuh.
    Pemeriksaan fisik umum pada lansia ditujukan untuk dapat mengidentifikasi keadaan umumnya dengan penekanan pada tanda-tanda vital, keadaan gizi aktivitas tubuh baik dalam keadaan berbaring atau berjalan.
    Tanda-tanda vital diatas meliputi pemeriksaan nadi, suhu, dan tekanan darah. Observasi yang menyeluruh diarahkan pada hal-hal berikut:
    membandingkan usia kronologis
    aspek gender, suku
    perkembangan perawatan
    kebersihan
    ekspresi wajah,cara bicara
    pengamatan pada daerah kulit, dilihat keriput/kerut-kerut
    gerakan melambat, menggunakan alat Bantu ambulasi, dan langkah-langkah yang kaku
    gejala seperti tremer, kontraktur
    inspeksi di daerah leher, apakah terdapat oto-otot/tendon
    kesan umum tentang perkembangan badan, apakah tampak terlalu tinggi/terlalu pendek
    Pengamatan terhadap kebersihan/kerapian
    Pemeriksaan fisik sering kali perlu dilengkapi dengan pemeriksaan laboratorium, agar dapat memberikan gambaran yang tepat tentang status kesehatan atau penyakit/gangguan yang diderita saat ini.
    Temuannya biasanya berupa gambaran patologis yang multiple beserta perubahan-perubahan akibat proses menua.
    Adapun pemeriksaan fisik menurut sistem tubuh dapat menggunakan pola head to toe. Akan tetapi, untuk dapat mengarah pada berbagai gangguan yang sering terdapat pada lansia dapat dianjurkan untuk mempedomani pemeriksaan terfokus pada beberapa sistem tubuh seperti pada sistem kardiovaskuler.
    Kardiopulmonar
    Curah jantung berkurang serta elastisitas jantung dan pembuluh darah berkurang. Terdengar bunyi jantung IV (S4) dan bising sistolik. Kapasitas vital paru, volume ekspirasi, serta elastisitas paru-paru berkurang. Walaupun tak ada kelainan paru namun dapat terdengar ronki basal.
    Pemeriksaan fisik umum
    Kesadaran
    Tingkat kesadaran dibagi menjadi beberapa bagian sebagai berikut :
    compos mentis
    somnolen
    sopor
    soporo koma
    koma
    Bila lansia menunjukkan gangguan tingkat kesadaran (misal pada penderita gawat darurat) cara yang lazim digunakan untuk mengevaluasi tingkat kesadaran dengan kata lain cara penentuan tingkat kelainan neurologist adalah dengan GCS (Glasgom Coma Scale).
    Tanda Vital
    Pemeriksaan tanda-tanda vital. Pemeriksaan nadi juga pemeriksaan tekanan darah.
    Sistem integumen
    Lesi sekunder antara lain berupa skuama, ekskoriasi, krusta, sikatriks, dan ulkus.
    pengkajian status gizi
    Pada lansia perlu waspadai status gizi yang menurun, mengingat provalensi malnutrisi yang tinggi dikalangan mereka, yaitu sebesar 10-50%. Padahal malnutrisi ini merupakan faktor risiko utama bagi timbulnya kesakitan dan kematian. Selain itu, sering kali status gizi dikalangan lansia ini diabaikan orang. Malnutrisi merupakan masalah yang bersifat multitaktor, yaitu meliputi faktor fisik, sosial, dan ekonomi.
    Untuk menentukan status nutrisi dianjurkan pula mengkaji riwayat diet lansia. Selain itu, dari banyak penelitian yang dilakukan ternyata ditemukan bahwa kebanyakan masalah gizi pada lansia berupa masalah gizi lebih atau kegemukan.
    Lansia yang mengalami obesitas ditemukan lebih sering pada wanita dibanding pria, yaitu sebesar 26,1% : 15,6%.
    Perlu ditegaskan bahwa status gizi penting bagi lansia.  Perubahan siologis yang terkait dengan proses penuaan 49 memengaruhi status gizi adalah sebagai berikut :
    penurunan penciuman
    gangguan gigi
    berkurangnya produksi saliva
    gangguan refeks menelan
    peristaltic menurun
    rendahnya produksi asam lambung

    Pemeriksaan fisik khusus
    pengkajian sistem perkemihan
    proses penuaan pada ginjal kandung kemih, uretra, dan sistem persarafan memengaruhi siologi pengeluaran urine. Proses penuaan dapat mengarah pada terjadinya inkontinensia. Selanjutnya dibawah ini disajikan pula tentang pedoman pengkajian eliminasi urine. Adapun pedoman pengkajian eliminasi urine mencakup pengkajian faktor risiko yang memengaruhi eliminasi urine.
    Pengkajian faktor risiko yang memengaruhi eliminasi urine :
    (Pria) : apakah pernah operasi prostat/kandung kemih?
    (pria) : adakah riwayat masalah prostat?


    Pengkajian faktor risiko tidak langsung :
    adakah kesulitan untuk berjalan/gangguan
    bila berada di tempat umum adakah mengalami kesulitan

    Pengkajian inkontinensia :
    kapan mulainya?
    Apa tindakan anda untuk mengatasinya?
    Adakah sesuatu hal tertentu yang memperburuk?
    Apakah sakit waktu berkemih?
    (wanita) : adakah merasa tekanan di daerah panggul?

    Pengkajian sistem pernapasan
    Pengkajian sistem pernapasan dilakukan atas dasar pemahaman terhadap proses penuaan yang terjadi pada sistem pernapasan. Hal ini mencakup :
    Perubahan pada saluran pernapasan atas,
    Diameter dinding, dan
    Dinding dada kaku.
    Bentuk kelainan yang dikaji meliputi adanya pernapasan dengan menggunakan otot napas tambahan. Adapun faktor risiko yang ditemukan antara lain berupa merokok, polusi udara, atau polusi akibat keterpaparan (exposure) dari lingkungan pekerjaan.

    pengkajian mobilitas
    pengkajian mobilitas dilakukan atas cara pemahaman terhadap proses penuaan yang terjadi pada mobilitas. Hal ini mencakup (1) berkurangnya massa otot, (2) jaringan ikat mengalami perbuahan degeneratif, (3) osteoporosis, dan (4) perubahan pada susunan saraf.
    Adapun faktor risiko yang ditemukan antara lain berupa osteoporosis, terutama pada wanita, mereka yang kurang bergerak, serta lansia dengan kelainan kekurangan kalsium.

    pengkajian sistem kulit/integumen
    pengkajian sistem kulit/integument dilakukan atas dasar pemahaman terhadap proses penuaan yang terjadi pada sistem kulit/integument. Hal ini mencakup (1) pertumbuhan epidemis melambat, kulit kering, epidermis menipis; (2) berkurangnya vaskularisasi; (3) juga melanosit dan kelenjar-kelenjar pada kulit.
    Adapun faktor risiko yang ditemukan antara lain berupa : terkena sinar ultraviolet, frekuensi kebiasaan mandi, serta keterbatasan aktivitas.

    pengkajian pola tidur
    pengkajian pola tidur dilakukan atas dasar pemahaman terhadap proses penuaan yang terjadi pada pengkajian pola tidur. Hal ini mencakup perubahan siklus tidur seiring penuaan.
    Adapun faktor risiko yang ditemukan antara lain berupa nyeri, ketidaknyamanan, alkoholik, pemakaian obat tidur.

    pengkajian status fungsional
    pengkajian adalah penting untuk mengetahui tingkat ketergantungan. Pengkajian adalah umumnya mengikuti indeks pengukuran yang dikembangkan oleh barthel dan kats. Indeks ini didasarkan pada hasil evaluasi terhadap tingkat kemandirian atau keadaan sebaliknya, yaitu tingkat ketergantungan secara fungsional. Indeks terdiri atas 7 tingkat, sebagai hasil penilaian terhadap perihal melakukan kegiatan mandi, berpakaian, ketoilet,  beranjak, kontinensia dan makan.
    Untuk menetapkan apakah salah satu fungsi tersebut mandiri atau dependen (yaitu memperlihatkan tingkat ketergantungan) diterapkan standar tentang mandi, dalam hal berpakaian, ketoilet, transferring Kontinensia, makan.

    pengkajian status psikososial
    adapun pengkajian fungsi psikososial dilakukan melalui observasi, wawancara, dan pemeriksaan status mental (menurut folstein). Informasi yang dihimpun meliputi fungsi kognitif, psikomotor, pandangan dan penalaran, serta kontak dengan realita (black 1990).

    pengkajian aspek spiritual

    DIAGNOSA KEPERAWATAN
    Diagnosa 1 : Penurunan curah jantung berhubungan dengan peningkatan afterload, vasokonstriksi, iskemia miokard, hipertropi ventricular
    Tujuan :
    Tidak terjadi penurunan curah jantung setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam.
    Kriteria hasil :
    Berpartisipasi dalam aktivitas yang menurunkan TD
    Mempertahankan TD dalam rentang yang dapat diterima
    Memperlihatkan irama dan frekuensi jantung stabil
    Intervensi :
    Pantau TD, ukur pada kedua tangan, gunakan manset dan tehnik yang tepat
    Catat keberadaan, kualitas denyutan sentral dan perifer
    Auskultasi tonus jantung dan bunyi napas
    Amati warna kulit, kelembaban, suhu dan masa pengisian kapiler
    Catat edema umum
    Berikan lingkungan tenang, nyaman, kurangi aktivitas, batasi jumlah pengunjung.
    Pertahankan pembatasan aktivitas seperti istirahat ditempat tidur/kursi
    Bantu melakukan aktivitas perawatan diri sesuai kebutuhan
    Lakukan tindakan yang nyaman spt pijatan punggung dan leher, meninggikan kepala tempat tidur.
    Anjurkan tehnik relaksasi, panduan imajinasi, aktivitas pengalihan
    Pantau respon terhadap obat untuk mengontrol tekanan darah
    Berikan pembatasan cairan dan diit natrium sesuai indikasi

    Kolaborasi untuk pemberian obat-obatan sesuai indikasi
    Diuretik Tiazid misalnya klorotiazid ( Diuril ), hidroklorotiazid ( esidrix, hidrodiuril ),
    bendroflumentiazid ( Naturetin )
    Diuretic Loop misalnya Furosemid ( Lasix ), asam etakrinic ( Edecrin ), Bumetanic (Burmex)
    Diuretik hemat kalium misalnay spironolakton ( aldactone ), triamterene ( Dyrenium ), amilioride ( midamor )
    Inhibitor simpatis misalnya propanolol ( inderal ), metoprolol ( lopressor ), Atenolol ( tenormin ), nadolol ( Corgard ), metildopa ( aldomet ), reserpine ( Serpasil ), klonidin ( catapres )
    Vasodilator misalnya minoksidil ( loniten ), hidralasin ( apresolin ), bloker saluran kalsium ( nivedipin, verapamil )
    Anti adrenergik misalnya minipres, tetazosin ( hytrin )
    Bloker nuron adrenergik misalnya guanadrel ( hyloree ), quanetidin ( Ismelin ), reserpin ( Serpasil )
    Inhibitor adrenergik yang bekerja secara sentral misalnya klonidin ( catapres ), guanabenz ( wytension ), metildopa ( aldomet )
    Vasodilator kerja langsung misalnya hidralazin ( apresolin ), minoksidil, loniten
    Vasodilator oral yang bekerja secara langsung misalnya diazoksid ( hyperstat ), nitroprusid ( nipride, nitropess )
    Bloker ganglion misalnya guanetidin ( ismelin ), trimetapan ( arfonad ), ACE inhibitor ( captopril, captoten )
    Diagnosa 2 : Nyeri ( sakit kepala ) berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler serebral
    Tujuan :
    Nyeri atau sakit kepala hilang atau berkurang setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam
    Kriteria hasil :
    Pasien mengungkapkan tidak adanya sakit kepala
    Pasien tampak nyaman
    TTV dalam batas normal
    Intervensi :
    Pertahankan tirah baring, lingkungan yang tenang, sedikit penerangan
    Minimalkan gangguan lingkungan dan rangsangan
    Bantu pasien dalam ambulasi sesuai kebutuhan
    Hindari merokok atau menggunkan penggunaan nikotin
    Beri tindakan nonfarmakologi untuk menghilangkan sakit kepala seperti kompres dingin pada dahi, pijat punggung dan leher, posisi nyaman, tehnik relaksasi, bimbingan imajinasi dan distraksi
    Hilangkan / minimalkan vasokonstriksi yang dapat meningkatkan sakit kepala misalnya mengejan saat BAB, batuk panjang, membungkuk
    Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi : analgesik, antiansietas (lorazepam, ativan, diazepam, valium )
    Diagnosa 3 : Resiko perubahan perfusi jaringan: serebral, ginjal, jantung berhubungan dengan adanya tahanan pembuluh darah
    Tujuan :
    Tidak terjadi perubahan perfusi jaringan : serebral, ginjal, jantung setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam
    Kriteria hasil :
    Pasien mendemonstrasikan perfusi jaringan yang membaik seperti ditunjukkan dengan : TD dalam batas yang dapat diterima, tidak ada keluhan sakit kepala, pusing, nilai-nilai laboratorium dalam batas normal.
    Haluaran urin 30 ml/ menit
    Tanda-tanda vital stabil
    Intervensi :
    Pertahankan tirah baring
    Tinggikan kepala tempat tidur
    Kaji tekanan darah saat masuk pada kedua lengan; tidur, duduk dengan pemantau tekanan arteri jika tersedia
    Ambulasi sesuai kemampuan; hindari kelelahan
    Amati adanya hipotensi mendadak
    Ukur masukan dan pengeluaran
    Pertahankan cairan dan obat-obatan sesuai program
    Pantau ele
    ktrolit, BUN, kreatinin sesuai program
    Diagnosa 4 : Intoleransi aktifitas berhubungan penurunan cardiac output
    Tujuan :
    Tidak terjadi intoleransi aktifitas setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam
    Kriteria hasil :
    Meningkatkan energi untuk melakukan aktifitas sehari – hari
    Menunjukkan penurunan gejala – gejala intoleransi aktifitas
    Intervensi :
    Berikan dorongan untuk aktifitas / perawatan diri bertahap jika dapat ditoleransi.
    Berikan bantuan sesuai kebutuhan
    Instruksikan pasien tentang penghematan energy
    Kaji respon pasien terhadap aktifitas
    Monitor adanya diaforesis, pusing
    Observasi TTV tiap 4 jam
    Berikan jarak waktu pengobatan dan prosedur untuk memungkinkan waktu istirahat yang tidak terganggu, berikan waktu istirahat sepanjang siang atau sore
    Diagnosa 5 : Gangguan pola tidur berhubungan adanya nyeri kepala
    Tujuan :
    Tidak terjadi gangguan pola tidur setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam
    Kriteria hasil :
    Mampu menciptakan pola tidur yang adekuat 6 – 8 jam per hari
    Tampak dapat istirahat dengan cukup
    TTV dalam batas normal
    Intervensi :
    Ciptakan suasana lingkungan yang tenang dan nyaman
    Beri kesempatan klien untuk istirahat / tidur
    Evaluasi tingkat stress
    Monitor keluhan nyeri kepala
    Lengkapi jadwal tidur secara teratur
    Berikan makanan kecil sore hari dan / susu hangat
    Lakukan masase punggung
    Putarkan musik yang lembut
    Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi
    Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan adanya kelemahan fisik.
    Tujuan :
    Perawatan diri klien terpenuhi setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam
    Kriteria hasil :
    Mampu melakukan aktifitas perawatan diri sesuai kemampuan
    Dapat mendemonstrasikan tehnik untuk memenuhi kebutuhan perawatan diri
    Intervensi :
    Kaji kemampuan klien untuk melakukan kebutuhan perawatan diri
    Beri pasien waktu untuk mengerjakan tugas
    Bantu pasien untuk memenuhi kebutuhan perawatan diri
    Berikan umpan balik yang positif untuk setiap usaha yang dilakukan klien / atas keberhasilannya
    Diagnosa 6 : Kecemasan berhubungan dengan krisis situasional sekunder adanya hipertensi yang diderita klien
    Tujuan:
    Kecemasan hilang atau berkurang setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24
    Jam
    Kriteria hasil :
    Klien mengatakan sudah tidak cemas lagi / cemas berkurang
    Ekspresi wajah rilek
    TTV dalam batas normal
    Intervensi :
    Kaji keefektifan strategi koping dengan mengobservasi perilaku misalnya kemampuan menyatakan perasaan dan perhatian, keinginan berpartisipasi dalam rencana pengobatan
    Catat laporan gangguan tidur, peningkatan keletihan, kerusakan konsentrasi, peka rangsang, penurunan toleransi sakit kepala, ketidakmampuan untuk menyelesaikan masalah
    Bantu klien untuk mengidentifikasi stressor spesifik dan kemungkinan strategi untuk mengatasinya
    Libatkan pasien dalam perencanaan perawatan dan beri dorongan partisipasi maksimum dalam rencana pengobatan
    Dorong pasien untuk mengevaluasi prioritas atau tujuan hidup
    Kaji tingkat kecemasan klien baik secara verbal maupun non verbal
    Observasi TTV tiap 4 jam
    Dengarkan dan beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaanya
    Berikan support mental pada klien
    Anjurkan pada keluarga untuk memberikan dukungan pada klien
    Diagnosa 7 : Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang proses penyakit
    Tujuan :
    Klien terpenuhi dalam informasi tentang hipertensi setelah dilakukan tindakan ekperawatan selama 1 x 24 jam
    Kriteria hasil:
    Pasien mengungkapkan pengetahuan akan hipertensi
    Melaporkan pemakaian obat-obatan sesuai program
    Intervensi :
    Jelaskan sifat penyakit dan tujuan dari pengobatan dan prosedur
    Jelaskan pentingnya lingkungan yang tenang, tidak penuh dengan stress
    Diskusikan tentang obat-obatan : nama, dosis, waktu pemberian, tujuan dan efek samping atau efek toksik
    Jelaskan perlunya menghindari pemakaian obat bebas tanpa pemeriksaan dokter
    Diskusikan gejala kambuhan atau kemajuan penyulit untuk dilaporkan dokter : sakit kepala, pusing, pingsan, mual dan muntah.
    Diskusikan pentingnya mempertahankan berat badan stabil
    Diskusikan pentingnya menghindari kelelahan dan mengangkat berat
    Diskusikan perlunya diet rendah kalori, rendah natrium sesuai program
    Jelaskan penetingnya mempertahankan pemasukan cairan yang tepat, jumlah yang diperbolehkan, pembatasan seperti kopi yang mengandung kafein, teh serta alcohol
    Jelaskan perlunya menghindari konstipasi dan penahanan
    Berikan support mental, konseling dan penyuluhan pada keluarga klien
    DAFTAR PUSTAKA

    Schaeffer,Jaime L. stockslager Liz.2008.Asuhan Keperawatan Geriatrik.edisi 2.Jakarta : 2007
    Wahjudi, Nugroho Skrg.2000.Keperawatan Gerontik.Edisi 2.Jakarta : EGC
    Martono, Hadi dan Kris Pranarka.2010.Buku Ajar Boedhi-Darmojo Geriatri (Ilmu Kesehatan Usia Lanjut).Edisi IV.jakarta : Balai penerbit FKUI
    Maryam, R.Siti, dkk. 2008. Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Jakarta : Salemba Medika
    Thamher, S. 2009. Kesehatan Usia lanjut Dengan Pendekatan Asuhan Keperawatan. Jakarta ; Salemba Medika.
    Stockslager, L, Jaimo. 2007. Buku Saku Asuhan Keperawatan Geriatrik. Edisi 2. Jakarta :  EGC

    • Digg
    • Del.icio.us
    • StumbleUpon
    • Reddit
    • RSS